KETEGUHAN
HATI ARA
Oleh
: Sukahar Ahmad Syafi’i
Hari ini, sedikit berbeda
dengan hari-hari yang biasa aku lalui, entah karena suasana hatiku yang sedang
baik atau karena ada kabar gembira yang baru saja aku dengar. Cukup lama aku
terdiam memikirkan apa yang sedang terjadi.
Pada hari ini, rasanya
membuatku bingung bercampur senang, hingga aku merasa sulit sekali untuk
mengungkapkannya.
Sudah hampir lima tahun
aku menanti hadirnya seseorang yang bisa mengisi kekosongan hidup ini, membuat
aku tertawa, tersenyum, serta membuat perjuangan hidup ini lebih berarti.
Pasangan suami-istri mana
yang tidak sedih, jika selama masa pernikahan yang cukup tua ini belum
dikaruniai momongan yang kelak menjadi penerus dan pengasuhnya dikala mereka
sudah tua.
Aku tak bisa membayangkan,
bagaimana senangnya suamiku ketika mendengar berita bahwa saat ini aku positif
hamil dan mengandung darah dagingnya, pasti dia akan sangat senang setelah
penantian panjang ini.
Vonis dokter lima tahun
lalu bahwa aku mandul masih terngiang-ngiang dipikiranku, bagaikan goresan luka
yang tak akan pernah hilang. Tapi khabar bahwa aku positif hamil hari ini
memberikan secercah sinar harapan yang dapat menghapus kesedihan dan
kegelisahan yang tertanam dalam lubuk hatiku selama lima tahun ini. Antara yakin
atau tidak, percaya atau tidak, senang dan sedih, semua bercampur menjadi satu
dalam gemuruh hati ini, serasa mimpi tapi nyata, sungguh terheran aku dibuat.
Aku mencoba membaca
berulang-ulang lembaran kecil dari dokter, apakah aku memang benar-benar hamil,
ataukah ini hanya khayalanku saja yang tiba-tiba secara spontan menguap di
permukaan kesadaranku akibat penantian yang cukup lama ini. Untuk yang kesekian kalinya aku membacanya hingga
akhirnya aku merasa yakin dan mantap bahwa aku positif hamil, tak terasa peluh
membasahi pipiku dan dengan spontan bibrku bergerak menyebut Alhamdulillah
dan rasa syukur kepada Allah berkali-kali yang telah mengabulkan do’a-do’aku
selama ini.
* *
*
“Assalamualaikum
“, tiba-tiba sebuah suara muncul dari balik pintu kantor, seketika itu juga
buyarlah lamunanku.
“Wa’alaikumsalam,
ya ada apa” ucapku spontan
“
Ma’af Pak Aris, menganggu, barusan tadi Ibu telepon, katanya ingin berbicara
dengan Anda, ada sesuatu penting yang ingin disampaikan” Jawab Farah,
receptionis kantor sopan.
“oke,
terimakasih farah, kalau gitu segera sambungkan aku dengan nyonya”
“baik,
Pak” Jawab farah seraya melangkah meninggalkan ruang kerjaku.
“Assalamualaikum,
Abi, gimana kabarnya ? terdengar merdu suara istriku dari telepon
“Wa’alaikumsalam,
Alhamdulillah baik, umi bagaimana, baik-baik saja kan ? tanyaku
“Alhamdulillah
Abi, lebih baik dan sangat baik dari hari biasanya “ Jawab istriku dengan hati
yang berbunga-bunga
“ada
gerangan apa ummi, tumben kok telepon siang-siang begini ? tanyaku penuh
penasaran
“ummi
punya kabar gembira untuk abi dan keluarga kita”
“iyakah
ummi, kabar apakah itu, sehingga bisa membuat bidadariku sebahagia ini” tanyaku
gembira disertai rasa yang lagi-lagi penuh penasaran
“aku
positif hamil Abi”
Bagai
orang yang selamat dari samberan petir aku mendengar berita ini, antara senang
bercampur tidak percaya.
“benarkah
itu ummi?” tanyaku kembali mamastikan
“benar
abi, itu hasil pemeriksaan dokter, awalnya ummi juga gak percaya, tapi itulah
hasilnya bi” jawab istriku menguatkan argumennya.
“Alhamdulillah
kalau gitu, do’a-do’a kita akhirnya dikabulkan oleh Allah”
“Alhamdulillah
bi, Abi masih sibuk, kalau gak, cepat pulang ya bi” suara istriku terdengar
meminta dan berharap
“sebenarnya
ada miting, tapi tak apalah, abi akan segera pulang, udah gak sabar ingin
melihat keadaan umi sekarang”
“ya
sudah kalau gitu bi, sampai ketemu di Rumah ya,
wassalamua’alaikum”
“Wa’alaikumsalam
“ Jawabku sambil menutup telepon.
* *
*
Kupandangi
fotoku dan istriku lima tahun silam. Foto ini diambil sebagai bukti bahwa kami
telah menjadi sepasang kekasih yang halal dan resmi, sepasang kekasih yang
telah mengikrarkan hidupnya untuk kebahagiaan berdua, sepasang kekasih yang
rela hidup susah, bahkan mati asalkan dilalui bersama-sama. Serasa lebay memang,
tapi inilah janji yang telah kita ikrarkan lima tahun silam.
Tak
terasa peluh kebahagiaan ini menetes membasahi pipiku, sudah sekian lama, aku
menunggu seseorang yang bisa menjadi penerusku kelak, seseorang yang kepadanya aku
akan ajarkan arti sebuah kehidupan dan bagaimana cara menjalaninya, baik dikala
suka ataupun duka. Akhirnya pada hari ini Allah menjawab do’a dan harapan itu,
terimakasih Allah, engkau telah mengabulkan hal yang benar-benar kami nantikan
selama ini.
* *
*
5
tahun kemudian
Tak
terasa sudah lima tahun berlalu dari penantian panjang yang berdurasi lima
tahun pula. Berawal dari keinginan dan impian mempunyai keturunan hingga vonis
kemandulan yang menyiksa batinku sepanjang waktu. Tapi aku bersyukur Allah
telah menjawab kegelisahan dan kegundahanku dengan seorang anak yang cerdas dan
tampan seperti Ara, meski terkadang aku menyesal, kenapa nasib anak ini tak
seperti anak lain, kenapa anak ini harus menempuh hidup dengan kasih sayang
yang terbatas, terkadang aku hampir putus asa dan bertanya pada diriku sendiri,
apakah aku mampu membesarkan Ara seorang diri, ya… hanya seorang diri…belum
lagi aku sering dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaan Ara. Umi.., Abi
dimana, kenapa gak pulang-pulang, apakah Ara terlahir tanpa Abi umi ?, Ara ingin
seperti teman-teman mi, punya Abi, jalan-jalan sama Abi dan bermain bersama Abi”
Pertanyaan itulah yang sering teringiang-ngiang dalam hatiku. Aku selalu
terdiam ketika Ara mananyakan perilhal Abinya, sungguh tak mampu lidah ini
bergerak dan mengatakan hal yang sebenarnya, aku takut Ara akan sedih, aku
takut Ara akan membenciku karena dia lahir tanpa kehadiran seorang Ayah. Sekali
lagi Ara, ma’afkan Ummimu ini, tapi Ummi berjanji pada sa’atnya nanti kamu
pasti akan tahu hal yang sebenarnya terjadi.
* *
*
Kejadian
lima tahun silam tak pernah hilang dari pikiranku, bahkan terasa masih sangat
manyayat hati, tapi apa boleh buat itu adalah garis kehidupan yang telah
ditetapkan Allah untukku dan untuk anakku Ara…
Tiada
yang menyangka buah hati yang dinanti-nantikan selama ini ternyata lahir dalam
keadaan yatim tak berbapak. Sungguh malang nasib Ara, tabahkanlah hatimu Ara
sampai tiba sa’atnya nanti engkau harus tahu yang sebenarnya. Sekarang, Ummi
hanya berharap engkau bisa menikmati masa kecilmu yang penuh dengan
keterbatasan ini.
* *
*
7
tahun kemudian
Waktu
benar-benar berputar dengan cepat, ibarat air terjun yang alirannya tak dapat
dibendung oleh siapa pun, apalagi menghentikannya.
Saat
ini Ara telah berumur 12 tahun, bisa dibilang duduk dikelas 6 SD, semakin hari
wajahnya semakin cerah, bahkan tak ada sedikitpun gurat kesedihan yang
menghiasi wajahnya, senyum manis di bibirnya selalu menghiasi wajahnya yang
polos, benar-benar anak yang luar biasa, dia bisa tumbuh dengan kesederhanaan
dan keterbatasan kasih sayang selama ini.
Memang
aku sadari, semenjak suamiku meninggalkanku dan Ara untuk selama-lamanya akibat
kecelakaan maut yang menewaskan berpuluh-puluh orang pada Nopember 12 tahun
silam. Pasca kejadian tersebut kehidupan kami berubah drastis, dari kehidupan
kelas menengah atas berubah menjadi kehidupan yang sederhana dan ala kadarnya,
kekayaan yang kami miliki hanya mampu mencukupi 1 sampai 2 tahun pasca
kelahiran Ara. Semenjak itu aku benar-benar harus banting tulang merawat dan
membesarkan Ara seorang diri, aku tidak ingin mengecewakan pesan almarhum
suamiku untuk tetap menjaga dan merawat buah hati yang selama ini di
nanti-nantikan, sekali lagi hatiku pilu jika mengingat kejadian itu.
Kuhapus
air mata yang menetes dipipiku, berusaha untuk tetap tenang dan tersenyum,
karena inilah saatnya aku harus menceritakan perihal sebenarnya mengenai Ayah
Ara.
* *
*
“Ara…
kemari” suaraku lantang memanggil Ara
yang sedang asyik bermain di halaman Rumah
“Iya
ummi…, ada apa ? “ teriak Ara seraya berlari menghampiriku
“emang
ummi mau bicara apa ?” Tanya Ara penuh penasaran
“ada
hal penting yang perlu ummi sampaikan kepadamu”
“iya
ummi, bicara aja, Ara siap mendengarkan”
“Ara…kamu
sekarang sudah besar, sekarang umurmu sudah 12 tahun, ummi yakin, kamu sudah bisa
berpikir dewasa, walaupun masih dalam proses. Masih ingatkah kamu Ara… perihal
keberadaan Abimu yang selama ini ummi rahasiakan “ tanyaku pada Ara seraya
membelai kepalanya
“masih
ummi, sampai sekarang Ara pun masih penasaran, apa jangan-jangan Ara memang
udah gak punya Abi lagi mi” Jawab Ara seraya memandangku dengan pandangan penuh
penasaran.
“hmm…
baiklah Ara, ummi akan menceritakan hal yang sebenarnya tentang Abimu, tapi
sebelumnya ummi minta ma’af karena selama ini ummi merahasiakan hal tersebut, karena
ummi ingin mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya, dan hari inilah waktu
yang tepat untuk menceritakannya kepadamu Ara…” ucapku sambil mendekap Ara
erat-erat
“
Ara…kamu adalah satu-satunya buah hati yang ummi dan Abi nanti-nantikan,
sepanjang waktu ummi dan Abimu berdo’a agar dikarunia buah hati yang dapat
menambah kebahagiaan hidup kami berdua, akhirnya do’a-do’a kami dijawab oleh
Allah dengan keajaiban yang luar biasa, ketika ummi mengatakan perihal kehamilan
ummi pada Abimu, dia sempat tidak percaya, karena awalnya ummi memang divonis
mandul oleh dokter. Alangkah bahagianya Ara…, Abimu mendengar bahwa ummi
positif hamil, dia menjadi suami yang luar biasa bagi ummi, selama masa
mengandungmu, Abimu menunjukkan perhatian yang luar biasa, jam kerja dia
kurangi demi menemani ummi, dia tidak lagi mengambil jam lembur kerja, rela
tidak tidur demi menjaga ummi, menyiapkan segala keperluan ummi dan semua hal
yang berkaitan dan dirimu dan ummi, pada hari itu seakan-akan Abimu tidak ingin
pergi jauh meninggalkan dirimu dan ummi, tapi Ara…” Suaraku lagi-lagi parau dan
tak terasa air mata ini telah membanjiri pipiku
“
tapi apa ummi, ayo katakan, kenapa ummi menangis” Tanya Ara penuh penasaran
seraya memandangi wajahku yang basah oleh air mata
“tapi
Ara…. Musibah menimpa Abimu, dia meninggal ketika melaksanakan tugas kantor,
mobil yang ditumpangi Abimu ditabrak oleh sebuah truck kontainer, dalam
kecelakaan itu tak ada satu orang pun yang selamat, termasuk Abimu Ara…” sambil
sesenggukan aku mengatakannya dan tak terasa tangisku malah semakin menjadi.
Sudahlah
ummi, sekarang Ara sudah mengerti, ummi tenang aja ya, hapus ari mata ummi dan
ikhlaskan kepergian Abi, supaya Abi tenang di alam sana. Bagi Ara, ummi adalah
orang tua yang paling hebat di dunia, karena ummi bisa menjadi seorang ibu yang
memberikan kasih sayang yang luar biasa pada anaknya, ummi juga seorang Ayah
yang punya kebijaksanaan dalam bertindak, sekali lagi, terima kasih ummi,
engkau telah memberikan hal yang terindah dan terbaik untuk anakmu ini” ucap
Ara tersenyum dan mencoba menghapus air mataku dengan tangan kecilnya.
“terimakasih
Allah, engkau telah menenangkan dan menghibur kegelisahan dan pilunya hati ini
dengan seorang anak yang sabar dan pengertian seperti Ara…”lirihku dalam hati
mencoba bersyukur atas semua kejadian ini.
DATA DIRI
NAMA : Sukahar Ahmad Syafi’i
Alamat : PERSADA UAD (Kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan(UAD). Jln. Ringroad selatan, Tamanan Banguntapan Bantul Yogyakarta
E-mail : syafiafi@gmail.com