Kamis, 20 Desember 2012

cerpen


KETEGUHAN HATI ARA
Oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i

Hari ini, sedikit berbeda dengan hari-hari yang biasa aku lalui, entah karena suasana hatiku yang sedang baik atau karena ada kabar gembira yang baru saja aku dengar. Cukup lama aku terdiam memikirkan apa yang sedang terjadi.
Pada hari ini, rasanya membuatku bingung bercampur senang, hingga aku merasa sulit sekali untuk mengungkapkannya.
Sudah hampir lima tahun aku menanti hadirnya seseorang yang bisa mengisi kekosongan hidup ini, membuat aku tertawa, tersenyum, serta membuat perjuangan hidup ini lebih berarti.
Pasangan suami-istri mana yang tidak sedih, jika selama masa pernikahan yang cukup tua ini belum dikaruniai momongan yang kelak menjadi penerus dan pengasuhnya dikala mereka sudah tua.
Aku tak bisa membayangkan, bagaimana senangnya suamiku ketika mendengar berita bahwa saat ini aku positif hamil dan mengandung darah dagingnya, pasti dia akan sangat senang setelah penantian panjang ini.
Vonis dokter lima tahun lalu bahwa aku mandul masih terngiang-ngiang dipikiranku, bagaikan goresan luka yang tak akan pernah hilang. Tapi khabar bahwa aku positif hamil hari ini memberikan secercah sinar harapan yang dapat menghapus kesedihan dan kegelisahan yang tertanam dalam lubuk hatiku selama lima tahun ini. Antara yakin atau tidak, percaya atau tidak, senang dan sedih, semua bercampur menjadi satu dalam gemuruh hati ini, serasa mimpi tapi nyata, sungguh terheran aku dibuat.
Aku mencoba membaca berulang-ulang lembaran kecil dari dokter, apakah aku memang benar-benar hamil, ataukah ini hanya khayalanku saja yang tiba-tiba secara spontan menguap di permukaan kesadaranku akibat penantian yang cukup lama ini. Untuk yang  kesekian kalinya aku membacanya hingga akhirnya aku merasa yakin dan mantap bahwa aku positif hamil, tak terasa peluh membasahi pipiku dan dengan spontan bibrku bergerak menyebut Alhamdulillah dan rasa syukur kepada Allah berkali-kali yang telah mengabulkan do’a-do’aku selama ini.
*     *     *
“Assalamualaikum “, tiba-tiba sebuah suara muncul dari balik pintu kantor, seketika itu juga buyarlah lamunanku.
“Wa’alaikumsalam, ya ada apa” ucapku spontan
“ Ma’af Pak Aris, menganggu, barusan tadi Ibu telepon, katanya ingin berbicara dengan Anda, ada sesuatu penting yang ingin disampaikan” Jawab Farah, receptionis kantor sopan.
“oke, terimakasih farah, kalau gitu segera sambungkan aku dengan nyonya”
“baik, Pak” Jawab farah seraya melangkah meninggalkan ruang kerjaku.
Assalamualaikum, Abi, gimana kabarnya ? terdengar merdu suara istriku dari telepon
“Wa’alaikumsalam, Alhamdulillah baik, umi bagaimana, baik-baik saja kan ? tanyaku
“Alhamdulillah Abi, lebih baik dan sangat baik dari hari biasanya “ Jawab istriku dengan hati yang berbunga-bunga
“ada gerangan apa ummi, tumben kok telepon siang-siang begini ? tanyaku penuh penasaran
“ummi punya kabar gembira untuk abi dan keluarga kita”
“iyakah ummi, kabar apakah itu, sehingga bisa membuat bidadariku sebahagia ini” tanyaku gembira disertai rasa yang lagi-lagi penuh penasaran
“aku positif hamil Abi”
Bagai orang yang selamat dari samberan petir aku mendengar berita ini, antara senang bercampur tidak percaya.
“benarkah itu ummi?” tanyaku kembali mamastikan
“benar abi, itu hasil pemeriksaan dokter, awalnya ummi juga gak percaya, tapi itulah hasilnya bi” jawab istriku menguatkan argumennya.
“Alhamdulillah kalau gitu, do’a-do’a kita akhirnya dikabulkan oleh Allah”
“Alhamdulillah bi, Abi masih sibuk, kalau gak, cepat pulang ya bi” suara istriku terdengar meminta dan berharap
“sebenarnya ada miting, tapi tak apalah, abi akan segera pulang, udah gak sabar ingin melihat keadaan umi sekarang”
“ya sudah kalau gitu bi, sampai ketemu di Rumah ya,  wassalamua’alaikum”
“Wa’alaikumsalam “ Jawabku sambil menutup telepon.
*     *     *
Kupandangi fotoku dan istriku lima tahun silam. Foto ini diambil sebagai bukti bahwa kami telah menjadi sepasang kekasih yang halal dan resmi, sepasang kekasih yang telah mengikrarkan hidupnya untuk kebahagiaan berdua, sepasang kekasih yang rela hidup susah, bahkan mati asalkan dilalui bersama-sama. Serasa lebay memang, tapi inilah janji yang telah kita ikrarkan lima tahun silam.
Tak terasa peluh kebahagiaan ini menetes membasahi pipiku, sudah sekian lama, aku menunggu seseorang yang bisa menjadi penerusku kelak, seseorang yang kepadanya aku akan ajarkan arti sebuah kehidupan dan bagaimana cara menjalaninya, baik dikala suka ataupun duka. Akhirnya pada hari ini Allah menjawab do’a dan harapan itu, terimakasih Allah, engkau telah mengabulkan hal yang benar-benar kami nantikan selama ini.
*     *     *
5 tahun kemudian
Tak terasa sudah lima tahun berlalu dari penantian panjang yang berdurasi lima tahun pula. Berawal dari keinginan dan impian mempunyai keturunan hingga vonis kemandulan yang menyiksa batinku sepanjang waktu. Tapi aku bersyukur Allah telah menjawab kegelisahan dan kegundahanku dengan seorang anak yang cerdas dan tampan seperti Ara, meski terkadang aku menyesal, kenapa nasib anak ini tak seperti anak lain, kenapa anak ini harus menempuh hidup dengan kasih sayang yang terbatas, terkadang aku hampir putus asa dan bertanya pada diriku sendiri, apakah aku mampu membesarkan Ara seorang diri, ya… hanya seorang diri…belum lagi aku sering dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaan Ara. Umi.., Abi dimana, kenapa gak pulang-pulang, apakah Ara terlahir tanpa Abi umi ?, Ara ingin seperti teman-teman mi, punya Abi, jalan-jalan sama Abi dan bermain bersama Abi” Pertanyaan itulah yang sering teringiang-ngiang dalam hatiku. Aku selalu terdiam ketika Ara mananyakan perilhal Abinya, sungguh tak mampu lidah ini bergerak dan mengatakan hal yang sebenarnya, aku takut Ara akan sedih, aku takut Ara akan membenciku karena dia lahir tanpa kehadiran seorang Ayah. Sekali lagi Ara, ma’afkan Ummimu ini, tapi Ummi berjanji pada sa’atnya nanti kamu pasti akan tahu hal yang sebenarnya terjadi.
*     *     *
Kejadian lima tahun silam tak pernah hilang dari pikiranku, bahkan terasa masih sangat manyayat hati, tapi apa boleh buat itu adalah garis kehidupan yang telah ditetapkan Allah untukku dan untuk anakku Ara…
Tiada yang menyangka buah hati yang dinanti-nantikan selama ini ternyata lahir dalam keadaan yatim tak berbapak. Sungguh malang nasib Ara, tabahkanlah hatimu Ara sampai tiba sa’atnya nanti engkau harus tahu yang sebenarnya. Sekarang, Ummi hanya berharap engkau bisa menikmati masa kecilmu yang penuh dengan keterbatasan ini.
*     *     *
7 tahun kemudian
Waktu benar-benar berputar dengan cepat, ibarat air terjun yang alirannya tak dapat dibendung oleh siapa pun, apalagi menghentikannya.
Saat ini Ara telah berumur 12 tahun, bisa dibilang duduk dikelas 6 SD, semakin hari wajahnya semakin cerah, bahkan tak ada sedikitpun gurat kesedihan yang menghiasi wajahnya, senyum manis di bibirnya selalu menghiasi wajahnya yang polos, benar-benar anak yang luar biasa, dia bisa tumbuh dengan kesederhanaan dan keterbatasan kasih sayang selama ini.
Memang aku sadari, semenjak suamiku meninggalkanku dan Ara untuk selama-lamanya akibat kecelakaan maut yang menewaskan berpuluh-puluh orang pada Nopember 12 tahun silam. Pasca kejadian tersebut kehidupan kami berubah drastis, dari kehidupan kelas menengah atas berubah menjadi kehidupan yang sederhana dan ala kadarnya, kekayaan yang kami miliki hanya mampu mencukupi 1 sampai 2 tahun pasca kelahiran Ara. Semenjak itu aku benar-benar harus banting tulang merawat dan membesarkan Ara seorang diri, aku tidak ingin mengecewakan pesan almarhum suamiku untuk tetap menjaga dan merawat buah hati yang selama ini di nanti-nantikan, sekali lagi hatiku pilu jika mengingat kejadian itu.
Kuhapus air mata yang menetes dipipiku, berusaha untuk tetap tenang dan tersenyum, karena inilah saatnya aku harus menceritakan perihal sebenarnya mengenai Ayah Ara.
*     *     *
“Ara… kemari”  suaraku lantang memanggil Ara yang sedang asyik bermain di halaman Rumah
“Iya ummi…, ada apa ? “ teriak Ara seraya berlari menghampiriku
“emang ummi mau bicara apa ?” Tanya Ara penuh penasaran
“ada hal penting yang perlu ummi sampaikan kepadamu”
“iya ummi, bicara aja, Ara siap mendengarkan”
“Ara…kamu sekarang sudah besar, sekarang umurmu sudah 12 tahun, ummi yakin, kamu sudah bisa berpikir dewasa, walaupun masih dalam proses. Masih ingatkah kamu Ara… perihal keberadaan Abimu yang selama ini ummi rahasiakan “ tanyaku pada Ara seraya membelai kepalanya
“masih ummi, sampai sekarang Ara pun masih penasaran, apa jangan-jangan Ara memang udah gak punya Abi lagi mi” Jawab Ara seraya memandangku dengan pandangan penuh penasaran.
“hmm… baiklah Ara, ummi akan menceritakan hal yang sebenarnya tentang Abimu, tapi sebelumnya ummi minta ma’af karena selama ini ummi merahasiakan hal tersebut, karena ummi ingin mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya, dan hari inilah waktu yang tepat untuk menceritakannya kepadamu Ara…” ucapku sambil mendekap Ara erat-erat
“ Ara…kamu adalah satu-satunya buah hati yang ummi dan Abi nanti-nantikan, sepanjang waktu ummi dan Abimu berdo’a agar dikarunia buah hati yang dapat menambah kebahagiaan hidup kami berdua, akhirnya do’a-do’a kami dijawab oleh Allah dengan keajaiban yang luar biasa, ketika ummi mengatakan perihal kehamilan ummi pada Abimu, dia sempat tidak percaya, karena awalnya ummi memang divonis mandul oleh dokter. Alangkah bahagianya Ara…, Abimu mendengar bahwa ummi positif hamil, dia menjadi suami yang luar biasa bagi ummi, selama masa mengandungmu, Abimu menunjukkan perhatian yang luar biasa, jam kerja dia kurangi demi menemani ummi, dia tidak lagi mengambil jam lembur kerja, rela tidak tidur demi menjaga ummi, menyiapkan segala keperluan ummi dan semua hal yang berkaitan dan dirimu dan ummi, pada hari itu seakan-akan Abimu tidak ingin pergi jauh meninggalkan dirimu dan ummi, tapi Ara…” Suaraku lagi-lagi parau dan tak terasa air mata ini telah membanjiri pipiku
“ tapi apa ummi, ayo katakan, kenapa ummi menangis” Tanya Ara penuh penasaran seraya memandangi wajahku yang basah oleh air mata
“tapi Ara…. Musibah menimpa Abimu, dia meninggal ketika melaksanakan tugas kantor, mobil yang ditumpangi Abimu ditabrak oleh sebuah truck kontainer, dalam kecelakaan itu tak ada satu orang pun yang selamat, termasuk Abimu Ara…” sambil sesenggukan aku mengatakannya dan tak terasa tangisku malah semakin menjadi.
Sudahlah ummi, sekarang Ara sudah mengerti, ummi tenang aja ya, hapus ari mata ummi dan ikhlaskan kepergian Abi, supaya Abi tenang di alam sana. Bagi Ara, ummi adalah orang tua yang paling hebat di dunia, karena ummi bisa menjadi seorang ibu yang memberikan kasih sayang yang luar biasa pada anaknya, ummi juga seorang Ayah yang punya kebijaksanaan dalam bertindak, sekali lagi, terima kasih ummi, engkau telah memberikan hal yang terindah dan terbaik untuk anakmu ini” ucap Ara tersenyum dan mencoba menghapus air mataku dengan tangan kecilnya.
“terimakasih Allah, engkau telah menenangkan dan menghibur kegelisahan dan pilunya hati ini dengan seorang anak yang sabar dan pengertian seperti Ara…”lirihku dalam hati mencoba bersyukur atas semua kejadian ini.












DATA DIRI
NAMA                  : Sukahar Ahmad Syafi’i
Alamat                  : PERSADA UAD (Kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan(UAD).   Jln. Ringroad selatan, Tamanan Banguntapan Bantul Yogyakarta 
E-mail               : syafiafi@gmail.com